Komunikasi Politik Capres 2014


Komunikasi hadir sebagai ilmu yang kini banyak dipelajari oleh berbagai kalangan menghasilkan banyak sub-ilmu di dalamnya. Salah satunya adalah perpaduan antara ilmu komunikasi dan ilmu politik yang dinamakan sebagai komunikasi politik. Dalam modul Komunikasi Politik Prof Tjipta Lesmana, Dr. Catherine H. Palczewksi memberikan definisi komunikasi politik, Political Communication is Any form of communication that implements, negotiates, and recognizes power relation (Lesmana, 2005:2). Berarti komunikasi yang dimaksud adalah segala bentuknya, baik itu verbal atau non verbal, berjenis antar personal, kelompok, organisasi, atau massa yang mengandung implementasi, negosiasi, dan hubungan dengan relasi kekuasaan.

Selain itu pada perkuliahan oleh Prof. Dr. Tjipta Lesmana, M.A juga ditambahkan bahwa komunikasi politik harus terjadi di ruang publik, artinya publik mengetahui isi dari pesan komunikasi. Ini mengindikasikan bahwa fenomena politik tidak akan menjadi komunikasi politik jika hanya berada pada ruang tertutup dan tidak pernah ada yang mengetahui isinya. Di dalamnya yang termasuk sebagai pelaku komunikasi politik adalah perintah, institusi, kelompok, atau individu yang meliputi atau menyangkut pembentukan citra, penyebarluasan, proses dan efek di sebuah ranah politik yang terbuka.

Prabowo dalam melakukan komunikasi politiknya terlihat cukup lihai dengan gaya pemimpin tegas. Pengalaman sebagai prajurit dan mental yang telah ditempat rasanya menjadikan cukup berwibawa saat berpidato. Apalagi dengan sikap sportifnya yang mengakui dan menghormati lawan politiknya, tetap dengan besar hati Prabowo menunjukkan sifat nasionalisme yang tinggi dan menjunjung tinggi siapapun yang pernah menjadi Presiden di negeri ini.

Berbeda dengan Jokowi, gaya komunikasi politiknya terbilang cukup unik. Kemasan adat jawa yang tdak langsung pada pokok permasalahan dengan bahasa bersayap serta diselipi dengan anekdot menjadikan Jokowi mungkin bukan orator yang handal, namun paling tidak setiap pidatonya selalu ditunggu-tunggu simpatisannya. Jokowi memang memiliki kepribadian yang bisa dibilang tidak bisa ditebak, sama halnya dengan gaya komunikasi politiknya. Tak heran kita sering menjumpai aksi kagetannya saat menjadi DKI-1.

6 Karakteristik Kompol

Dalam karakteristik komunikasi politik berdasarkan perkuliahan dengan Prof. Tjipta Lesmana, terdapat enam poin penting untuk diperhatikan, yakni: context, formality, direction, clarity, attitude, dan body language.

1.      Context

Context diambil dari teorinya Hall yang berpandangan bahwa bangsa-bangsa di dunia dibagi dalam dua golongan, yakni low context dan high context. Dalam kepemimpinan faktor yang disebutkan Hall ini juga menjadi penting, terutama dalam melihat efektifitas komunikasi politik. High-context cultures are relational, collectivist, intuitive, and contemplative and Low-context cultures are logical, linear, individualistic, and action-oriented. Artinya untuk konteks tinggi seseorang akan berkomunikasi dengan bahasa yang bersayap sehingga kadang menggunakan istilah yang sulit dimengerti oleh komunikasi. Sedangkan konteks rendah berbeda 180o dengan sebelumnya, seseorang disini akan menggunakan bahasa yang lebih jelas arah dan tujuannya sehingga lebih mudah ditangkap oleh komunikannya.

Prabowo dalam hal konteks komunikasi bisa dikategorikan sebagai pelaku low context. Penggunaan bahasa yang jelas maknanya dan tidak bersayap menempatkan dirinya pada posisi tersebut. Prabowo dalam hal ini mengatakan bahwa dirinya benar-benar ingin menolong Indonesia. Setiap istilah baru yang dikeluarkan seperti akta bocor, selalu diungkapkan terlebih dahulu artinya. Bahkan pada setiap singkatan pun dia selalu membocorkan kepanjangannya. Hal yang sebenarnya baik untuk kepentingan rakyat.

Jokowi masuk dalam kategori konteks tingkat tinggi. Jokowi seringkali mencampurkan mana guyonan mana sebenarnya. Kadang wartawan dibuat pusing dengan ucapannya. Bahkan tidak berkata-kata pun sudah menjadi hal yang biasa pada DKI-1. Kini di ajang pilpres 2014, pada saat debat pun Jokowi kian sering menggunakan istilah-istilah yang masyarakat umum pun tidak mengetahuinya. Bahkan ada disaat Prabowo diberikan kesempatan menjawab pertanyaan Jokowi, kembali menggunakan istilah yang Prabowo saja tidak tahu apa artinya. Jokowi memang sering membuat lawannya itu bingung bukan kepalang.

2.      Formality

Formality adalah tampilan seorang komunikator yang dapat sangat formalitas atau juga informalitas. Paling mudah menilai komunikasi dari cara berpakaiannya. Pakaian merupakan salah satu jenis komunikasi jika kita melihatnya sebagai pemaknaan. Penggunaan pakaian dianggap sebagai bahan pertimbangan disaat seseorang menentukan citranya. Seperti halnya kita melihat paduan jas dengan hem putih dan dasi mencerminkan seseorang dengan citra yang lebih eksklusif dibanding hanya mengenakan oblong polos. Pakaian menjadi salah satu kriteria penilaian komunikasi politik yang juga dilakukan oleh para capres.

Prabowo yang bergaya layaknya sang proklamator dengan menggunakan baju safari berkantung 4 dengan setelan peci hitam dan celana yang selaras warna putih dengan cap garuda merah di dada kanan menandakan bahwa dia ingin mencerminkan sikap semangat dan kegigihan Soekarno, utamanya dimata Internasional. Tidak hanya itu saja, banyak di media membicarakan tentang konsistensi Prabowo mengenakan baju tersebut dalam setiap acara dari pengambilan nomor hingga debat capres. Prabowo dinilai konsisten dalam melakukan aktifitasnya padahal itu hanya melihat dari konsistensi pengenaan pakaian saja belum pada pekerjaannya. Pakaian menjadi salah satu faktor penting dalam melihat seseorang meski kita tidak bisa menilai buku dari sampulnya saja.

Melihat sisi formalitasnya, tampak bahwa Prabowo lebih menyukai pembicaraan yang sifatnya resmi dan formal. Pakaian yang digunakan pun mencerminkan sebuah citra bahwa dirinya adalah orang yang berwibawa. Meskipun begitu, Prabowo juga mencerminkan bahwa dengan berpakaian seperti Soekarno bisa lebih dekat dengan rakyatnya, apalagi disaat rakyat mendambakan kepemimpinan khas Sang Proklamator.

Jokowi yang sebelumnya juga mendeklarasikan dengan pakaian putih-hitam ala Obama, kini mengenakan kembali kemeja kebanggaannya yang membawa ke DKI-1, kemeja kotak-kotak. Sebenarnya kemeja kotak merah hitam tersebut sudah menjadi positioning Jokowi, tetap saja setiap acara lulusan UGM itu terlihat tidak konsisten karena selalu berganti-ganti, apalagi tidak kompak dengan pasangan cawapresnya, Jusuf Kalla. Hal ini yang menjadi sebuah senjata untuk melemahkan citra Jokowi, yakni dengan mengangkat konteks inkonsistensinya dalam melaksanakan tanggung jawab kepada rakyatnya.

Dalam konteks formalitasnya, Jokowi terlihat lebih non-formal, artinya, Jokowi menampilkan dirinya yang apa adanya. Hal ini pun turut mempengaruhi gaya bicaranya yang kadang kala saat ditanya serius jawabannya ‘ngawur’. Saat era pilpres ini pun Jokowi dalam debat ketiga KPU sempat-sempat membuat penonton tertawa disaat dia mengatakan “Saya juga bisa tegas Pak Prabowo”. Hal yang selama ini menjadi stereotipe bahwa Jokowi sifatnya yang lemah lembut.

3.      Direction

Komunikasi politik dapat one-way, two-way, atau bahkan multi-way. One-way adalah tipikal orang yang otoriter sedangkan two-way adalah tipikal komunikator informative termasuk multi-way. Jika menelisik mengenai tipe pemimpin yang baik harusnya seperti apa, yang tepat adalah dalam hal mendengar keluhan rakyat melakukan komunikasi dua arah, sedangkan untuk urusan rahasia negara dan menyangkut kepentingan ketahanan dan keamanan negara harusnya bersifat satu arah, apalagi jika berbicara hukum.

Prabowo dalam hal dal arah komunikasi sifatnya lebih kepada one-way, seakan-akan dia mengetahui apa yang harus Indonesia lakukan.  Terkesan dalam hal ini Prabowo akan melakukan tanpa harus mendengar lagi apa yang rakyat inginkan. Memang sudah banyak yang menilai bahwa Prabowo akan membawa kita ke ranah otoriter lagi, akan tetapi memang itulah yang Indonesia butuhkan saat ini, sebuah ketegasan yang hebat.

Jokowi, kalau saja dari perspektif media selalu mengutamakan blusukan hal yang bisa disebut sebagai komunikasi dua arah. Blusukan memang menjadi trend tersendiri untuk Jokowi sejak menjadi DKI-1. Dia bahkan meyakini kalau blusukan adalah cara terbaik mendengar suara rakyat. Namun berbeda pada debat capres, kadang kala Jokowi sering memberikan solusi yang sifatnya hanya dia yang tahu. Maksudnya kadang dia selalu mengulang hal yang sama, tanpa detail dan rinci yang akhirnya justru menjadi sifat yang pribadi, entah karena dia tidak ingin rahasia besarnya terbongkar atau tidak mengerti apa yang dikatakan.

4.      Clarity

Clarity adalah sebuah kejelasan, penggunaan haruslah jelas sehingga komunikate mengetahui maksud tujuan komunikasi. Hal ini berkaitan dengan konteks seseorang. Kejelasan atas apa yang dikomunikasikan merupakan hal yang paling penting dalam menilai seberapa mengertinya yang menerima pesan. Jelas arah dan maksud komunikasi akan membantu capres untuk menyampaikan visi misinya dengan baik

Prabowo dalam hal menjaga kejelasan komunikasinya terbilang cukup jelas karena di setiap pidatonya Prabowo seakan menggairahkan komunikasi yang lantang, tidak terlalu cepat, dan langsung pada tujuannya. Akan tetapi kadang kejelasan yang sering dilontarkan tersebut justru bisa menjadi sebuah senjata makan tuan jika yang dibicarakan keliru atau salah konteks. Dalam hal tujuan pun Prabowo sangat terlihat jelas, makanya tidak heran banyak anggapan yang mengatakan bahwa era orba akan menghantui kembali.

Jokowi pun dalam kejelasan kadang jelas, kadang pula terhanyut dalam simbol-simbol yang ia pergunakan. Salah satunya saat menjadi DKI-1 pernah dia saking kesalnya menjawab pertanyaan wartawan, menggerakkan mulutnya seperti berkata sesuatu namun tidak bersuara. Dalam setiap aksi kampanyenya Jokowi selalu dibantu dengan tim sukses yang terbilang efektif dalam penyampaian informasi visi dan misi capres ini. Apalagi mereka menggunakan orang ketiga dalam penyampaian pesannya seperti yang diedarkan pada jejaring video youtube.com, banyak dukungan atas dasar penyampaian visi misi menggunakan artis. Jelas sih memang apa yang dimaksudkan dengan Jokowi, namun apabila menelitik kembali pada saat debat capres, kadang Jokowi kembali tidak menjelaskan dengan baik sehingga kadang sebagai penonton pun akan bingung dengan jawaban si kotak-kotak ini.

5.      Attitude

Attitude atau dalam bahasa Indonesia diartikan sikap, sebaiknya seorang komunikator harus bersifat baik karena hal tersebut tercermin saat berbicara atau menanggapi sesuatu. Sikap ini menjadi penentu bagaimana komunikasi politik tersebut dinilai baik atau buruk

Prabowo dalam penyampaian komunikasi politiknya memang terdengar memiliki itikad baik. Akan tetapi hal itu disayangkan karena kadang kali Prabowo justru menyerang dengan jelas kepada Jokowi. Namun yang sangat menarik adalah bukan Jokowi yang diserang, melainkan Megawati yang disebut sebagai penggerak boneka kotak-kotak tersebut. Dalam debat capres Prabowo bertanya langsung tanpa kiasan mengenai kinerja Megawati pada saat menjadi Presiden, tentu bukan sebuah sikap yang baik dalam bertanya karena bukan untuk kepentingan simpatisannya, melainkan kepentingan pribadinya. Akan tetapi dibalik sikap tersebut, dari awal PRabowo telah menunjukkan sikap yang luar biasa hebat dengan hormat kepada Megawati. Terlebih saat diajak bersalaman hanya Megawati yang duduk, itu menjadi bulan-bulanan di sosial media.

Jokowi dengan keluguannya juga menunjukkan itikad yang baik. Terlebih dengan mimik muka yang terlihat polos dan lucu membuat apa yang dikatakan tidaklah buruk. Biarpun kritik tajam menghujam, Jokowi menjawabnya dengan bijak seakan bukan dia yang diburu. Akan tetapi hal itu tidak selamanya ada, Jokowi ternyata juga bsia marah saat Ibu Partainya diusik oleh Prabowo. Jokowi dengan nada cetus membela kepentingan partainya. Dari sini mulai perlahan terlihat bahwa ternyata Jokowi juga bisa buruk dimata publik. Namun itulah Jokowi, sangat piawai memainkan perannya yang sederhana dan bisa dikatakan user-friendly.

6.      Body Language

Body Language atau disebut sebagai komunikasi non-verbal yang menggunakan anggota tubuh untuk menyampaikan pesan, baik sadar maupun tidak. Gerakan tubuh tersebut sering kali kita menyebutkan dengan komunikasi non-verbal. Komunikasi yang disampaikan bukan terlihat pada kata-kata yang dilontarkan melainkan pada gerakan tubuhnya.

Prabowo seperti yang sudah dijelaskan diatas menggunakan style Soekarno. Terutama terlihat dari gaya berbicara dan kondisi yang dibuat, seakan menjadi duplikasi dari Sang Proklamator. Bergaya dengan peci hitam yang bahkan sebelumnya tidak pernah dikenakan, dan mic yang berjejer di depannya, Prabowo menggunakan gerak tubuh ala SBY untuk menunjukkan sikap wibawanya. Prabowo dengan jelas memampangkan bahwa saat berbicara seakan seperti pelayan, yang disebut oleh Soekarno saat itu, pelayan rakyat. Gaya tangan di depan pada perut nya menujukkan sikap rendah hati yang cukup berkesan. Meski saat berorasi, kadang dagunya naik yang menunjukkan sebuah kekuatan yang besar.

Jokowi, dalam hal gerak tubuh mungkin kita sudah sering melihatnya jelas di media. Pasangan JK ini terlihat melakukan banyak sekali gerakan-gerakan tubuh yang seakan-akan membuat drama realisasi yang cukup besar. Gerakan tangannya khas seperti arsitek yang ingin membangun sebuah gedung. Jokowi dengan khasnya yang memiliki mimik lugu dengan alis membentuk segitiga pada dagu ternyata mampu menarik pesona publiknya. Terlebih lagi dengan gerakan jalannya yang perlahan menandakan kehati-hatian dalam bertindak. Jarang ditemui Jokowi mengangkat dagunya, meski saat marah pun Jokowi melakukan hal tersebut. Khas Jokowi rasanya sulit ditemukan pada presiden sebelumnya.

 

Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan secara semiotik akan komunikasi politik capres 2014, Prabowo Subianto dan Joko Widodo dapat kita tarik kesimpulan bahwa kedua capres ini memang memiliki kesamaan dan perbedaan dalam melakukan komunikasi kepada publiknya. Dianalisis menggunakan 3 strategi menarik simpati publik dari Nova dan karakteristik komunikasi politik dari Lesmana.

Berbicara mengenai the darling of public, yang menjadikan kedua capres tersebut pusat perhatian saat ini. Lalu dalam pengemasan derita yang masing-masing capres memiliki intriknya masing-masing. Selanjutnya mengenai tiba-tiba religius yang keduanya pun sama-sama melakukan demi terwujudnya simpatisan yang setia.

Dalam karakteristik pun dibagi pada 6 unsur, yakni pada context, Prabowo condong kepada low context dan Jokowi condong kepada high contenxt. Formality, Prabowo dinilai lebih formal dibanding Jokowi karena blusukannya. Direction, Prabowo yang dinilai lebih banyak one-way sedangkan Jokowi kepada two/multi-ways communication. Clarity, Prabowo dinilai lebih jelas saat penyampaiannya dibanding Jokowi yang terkesan menyembunyikan sesuatu.  Dalam Attitude pun, Prabowo dan Jokowi dinilai baik saat penyampaian meski kadang aroma saling sindir tercium dengan jelas. Sedangkan Body Language, Prabowo meniru gaya-gaya sukses Presiden sebelumnya dan Jokowi terlihat berbeda dan unik sehingga termasuk terobosan baru dalam melakukan komunikasi.

 

                                                             

Daftar Pustaka

http://www.marin.edu/buscom/index_files/Page605.htm diakses pada 2/6/2014 4:56:17 PM

Modul Komunikasi Politik: Beberapa Konsep Dasar oleh Prof. Dr. Tjipta Lesmana, M.A. pada Ceramah, Kursus Reguler XXXII SESKO TNI TA 2005 halaman 2

Prof. Dr. Tjipta Lesmana, M.A, Dari Soekarno sampai SBY, (Jakarta: Gramedia, 2009) halaman xvii

 

Hargai penulis secara ilmiah dengan memasukkan:

Freddy Yakob. 2014. Komunikasi Politik Capres 2014.

Postingan Populer